Gelisah dan LGBT
17.43.00
Aku tak ingin terbelenggu oleh kaidah dalam
menulis. Selama itu bermanfaat, akan aku tulis.
Ya, aku bukan Goenawan Mohamad. Bukan pula Adian
Husaini atau Hamid Fahmy Zarkasyi yang mampu menulis panjang dengan penuh
logika yang mengagumkan. Aku hanya seorang penulis pemula yang hanya mampu
menceritakan kisah hidup yang kualami sembari berharap, semoga yang kutuliskan
itu bermanfaat untuk orang banyak dan bisa memberi pelajaran.
Nafasku dalam menulis juga pendek. Tidak mampu
menulis panjang. Dalam serial #CatatanHarian yang kuposting di Facebook pribadi
saja hanya berupa satu atau dua kalimat pendek. Tidak mencapai satu paragraf
yang utuh. Namun setidaknya, hal itu bisa dijadikan ajang latihan menulis
setiap hari. Meski, mungkin, tidak bermanfaat untuk sebagian orang.
Kadang, ketika ada sebuah ide. Aku selalu coba
menuliskannya di microsoft word. Tapi setelah itu biasanya malah jadi macet.
Tidak bisa mengembangkan ide yang ada dikepala. Selalu macet ditengah dan tidak
bisa melanjutkan kalimat yang tersendat
ditengah. Kadang, malah aku paksakan. Kupanjang – panjangkan kalimat yang sudah
kutulis. Meski kadang jadinya aneh. Seperti tidak masuk logika. Ah, tak apalah.
Sebenarnya, aku ingin menulis esai dua halaman
penuh dan di upload di blog pribadi secara konsisten. Setiap minggu. Tidak
pernah absen barang satu kalipun. Seperti Goenawan Mohamad dalam kolom Catatan
Pinggirnya. Namun, yaitu tadi. Aku tidak pernah bisa mengembangkan ide tulisan.
Hanya mentok di beberapa paragraf
saja. Kemudian, blank seketika. Tidak
tahu lagi harus menulis apa. Kadang, kalau sedang kesal, aku meninggalkan
tulisan tersebut beberapa hari. Kemudian melanjutkan tulisan tersebut. Meski
kadang tulisan tersebut jadi kering
dan terkesan dipaksakan. Atau, aku buka file baru dan menulis lagi dari awal.
Kadang, kalau sudah begitu, aku coba merayu diriku sendiri dengan mengatakan,
“tidak apa – apa seperti itu. Yang penting kamu tulis saja dulu apa yang
menjadi keresahan kamu. Nanti jadinya akan seperti apa, serahkan saja pada
takdir. Setidaknya kamu sudah berusaha menuangkan segala keresahan yang ada
pada dirimu.” Atau, ketika aku memaksakan untuk menguploadnya kedalam blog, ”tidak
mengapa. Yang penting kamu sudah menulis dengan jujur. Hasil akhirnya, serahkan
saja pada pembaca. Biarkan saja mereka menilai kualitas tulisanmu.”
Ya, kadang, ketika aku mencoba untuk menuangkan
gagasan yang ada dikepala kedalam sebuah tulisan yang panjang serta runut,
terdapat ketidakpercayaan diri yang menguasai diri. Seakan berkata, “siapkah
tulisanmu dikomentari banyak orang? Terutama komentar negatif?”
Jujur saja, aku kurang siap jika menghadapi
komentar orang yang sifatnya negatif. Seperti cacian dan makian. Meski, kadang,
bagi diriku, itu adalah kebenaran yang mesti kusuarakan. Sebab, sebenarnya
masih banyak hal yang bisa diperbincangkan dan didiskusikan dengan kepala
dingin. Dengan sikap yang bersahabat. Seperti LGBT sebagai sebuah contoh kasus.
Ya, memang, menurut alqur’an, LGBT itu adalah
perbuatan tercela. Membuat pelakunya terserang penyakit yang mematikan secara
perlahan yang bernama HIV/AIDS. Dan tidak ada obatnya untuk menyembuhkan
penyakit tersebut kecuali hanya menunda penyebaran virus tersebut.
Kadang, alih – alih mencegah penyebaran perilaku
seks menyimpang tersebut, kita malah mencaci mereka dengan kata – kata yang
tidak pantas. Bukannya malah mencari penyebab seseorang masuk kedalam jurang
lembah nista tersebut dan mencoba untuk menyadarkannya dengan berbagai cara
yang baik. Tidakkah kita berfikir, dengan mencaci mereka, mereka akan menjauh
dari kita dan cenderung melakukan tindakan negatif seperti bunuh diri,
misalnya.
Ini hanya contoh kecil dari sebuah gagasan yang
ingin kusuarakan. Dan cenderung kusimpan didalam hati sembari menanti waktu
yang tepat untuk disuarakan.
Oh
iya, mumpung ingat, mari kita coba membahas tentang LGBT dan cara untuk
menyelamatkan mereka dari perilaku seks menyimpang tersebut.
Kalau sekiranya kalian punya teman yang mempunyai
perilaku seks menyimpang seperti LGBT, apa yang kalian lakukan? Menjauhinya
atau mencoba untuk menyadarkannya? Kalau pilihan kedua yang dipilih, cara apa
yang akan kalian lakukan untuk menyadarkan pelaku LGBT tersebut?
Jujur saja, aku bukan psikolog atau seseorang yang
berkecimpung dalam dunia orang – orang yang coba menyadarkan kaum LGBT agar
kembali kepada fitrahnya. Tapi kalau sekiranya aku mempunyai teman yang
perilakunya seperti itu, yang pertama yang akan kulakukan adalah mencoba
mencari penyebab kenapa orang tersebut bisa seperti itu. Kemudian, setelah tahu
penyebab seseorang itu seperti itu, aku akan coba merumuskan cara untuk
seseorang agar tidak lagi berperilaku seperti itu. Salah satu contohnya adalah
dengan mengembalikan mereka kepada agamanya masing – masing. Jika ia seorang
muslim, akan kuajari tentang alqur’an, kuberitahu dengan gamblang disertai dengan bahasa yang halus serta mudah dipahami
akan bahaya perilaku LBGT dan sebagainya. Jika ia beragama kristen, akan
kucarikan pendeta atau rahib atau semacamnya untuk mengajarkannya tentang apa
yang akan diterima menurut perspektif alkitab.
Kalau ia menjadi pelaku LGBT karena lingkungannya,
maka akan kuajak ia hijrah dari
lingkungan yang seperti itu menjadi lingkungan yang tidak lagi mendukung
perilakunya tersebut. Katakanlah, dari lingkungan yang homo atau lesbi, jadi
lingkungan yang heteroseksual.
Memang, untuk merubah perilaku seseorang itu
tidaklah mudah. Butuh waktu yang lama. Bahkan – mungkin – bisa bertahun – tahun
untuk menyelamatkannya. Tapi, itu lebih baik ketimbang mencaci maki pelaku
LGBT. Alih – alih sembuh, mereka malah melakukan tindakan yang diluar batas
seperti bunuh diri. Biar mereka tidak merasa sendirian dan rendah diri.
Jadi seseorang yang mempunyai sifat rendah diri
itu tidak enak. Tidak mempunyai teman. Tidak mempunyai seseorang yang bisa dijadikan
senderan dalam mengeluarkan segala
keluh kesah yang menumpuk di dada. Merasa selalu apa yang telah dikerjakan itu
tidak ada gunanya.
Jujur saja, aku pernah merasa rendah diri. Tidak
menjadi manusia yang berguna untuk masyarakat. Apa yang aku lakukan selalu
salah. Meski, sepertinya dimataku benar. Ikut kerja bakti misalnya. Bukankah
itu bermanfaat? Tapi, bagi seorang yang mempunyai perasaan rendah diri dan –
kebetulan – saat itu salah dalam mengerjakan sesuatu, maka secara otomatis
semangatnya langsung down. Ah, kalau
mengingat masa – masa itu, aku jadi sedih. Ketika rasa itu sedang menguasai
diri, kata yang selalu melintas di kepalaku adalah mati.
Ya, serius. Ketika iman berada dalam titik
terendah dan perasaan tidak berguna sedang menguasai diri, aku jadi ingin
mengakhiri hidup. Toh, tidak ada yang perduli juga kan? Untungnya tak kunjung
kulakukan karena aku masih mempercayai akan adanya surga dan neraka dan
mempercayai bahwa orang yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri tempatnya
adalah neraka selama – lamanya. Dan masuk neraka sungguh tidak enak. Disiksa.
Kemudian dihidupkan lagi. Disiksa lagi. Begitu terus selama – lamanya. Masa,
sudah susah di dunia, susah juga di akhirat. Mending, susah di dunia, senang di
akhirat. Atau senang di dunia, senang juga di akhirat. Kebaikan yang susah
payah kulakukan jadi sia – sia hanya karena satu perbuatan. Jadi, yang
kulakukan hanyalah mencoba bersabar sembari berharap semoga yang kualami ini
segera berakhir.
Seperti itulah kira – kira gambaran orang yang
sedang dalam keadaan rendah diri yang teramat parah. Berdasarkan pengalaman
yang kualami. Jika tidak diatas, tidak menutup kemungkin mereka – kaum LGBT –
akan melakukan tindakan yang sama.
2 komentar
Berada pada posisi yang dianggap "Tidak berguna" memang sangat membuat diri menjadi putus asa yang berakhir dgn keputusan 'Bunuh Diri'. Alhamdulillah sebagai seorang muslim, Al-Qur'an selalu hadir sebagai obat dari segala macam masalah hidup.
BalasHapusPutus asa -> Buka Al-Qur'an -> Ga jadi Putus asa -> Bangkit Lagi.
Tapi mengingat tidak semua dari kita sadar akan hal itu, kayaknya lebih ngena lagi kalau kita coba untuk memahaminya dgn setulus hati. Kita ga tau sih orang yang terlihatnya baik-baik saja, nyatanya mungkin sedang dilanda masalah besar. Balik lagi, mungkin mencoba dgn membuka diri terlebih dahulu untuk mereka yang tertutup. Dengan cara itu mungkin mereka mau membuka diri :) *Maaf komennya kepanjangan*
Good job untuk artikelnya (y)
Nice gun
BalasHapustinggalkan jejak dibawah ini
PS:
sekiranya ingin menambah tali silaturrahim, silahkan follow twitter saya di @RealRiMuTho